HARIAN BERANTAS, JAKARTA - LSM Komunitas Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tegas menolak gagasan perpanjangan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun dan harus ditolak. Pasalnya, LSM KPK memiliki catatan korupsi di tingkat desa menjadi sektor yang paling banyak terjadi sepanjang 2015-2021.
Hal itu disampaikan Ketua LSM KPK Dewan Pimpinan Wilayah Jawa Barat, Riswan, bersama Ketua Bidang Investigasi Dewan Pimpinan Pusat LSM KPK, Zosa Wijaya Wira Santoso, SH., bahwa pihaknya mengecam keras usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dari enam tahun menjadi sembilan tahun. Riswan membeberkan data korupsi di tingkat desa sudah memprihatinkan.
Menurut Riswan, kecenderungan penindakan korupsi di tingkat desa sudah berada pada level yang memprihatinkan. Khusus yang tercatat, ada 500 kasus korupsi di tingkat desa dengan nilai ratusan miliar rupiah. Itu tercatat dari 2015 hingga 2021.
“Sepanjang tujuh tahun itu, ada 592 kasus korupsi di desa dengan total kerugian negara Rp 433,8 miliar,” kata Riswan, Minggu, (29/01/22) saat rapat virtual bersama unsur pimpinan LSM KPK dengan agenda rapat menyikapi adanya usulan Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang tentang Revisi UU Desa sebagai Inisiatif DPR.
Apalagi, kata Riswan, saat Jokowi melakukan kunjungan silahturahmi dengan kepala desa dan masyarakat petani se-Provinsi Banten, di Desa Muruy, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten, dikutip Setkab, Kamis (5/10/2017) lalu menyebut sebanyak 74.000 desa penerima Dana Desa. Menurut Riswan, Jokowi saat itu mengatakan ada kurang lebih 900 desa bermasalah, para kades ditangkap karena menyelewengkan Dana Desa.
''Presiden Jokowi ketika itu mengatakan kurang lebih 900 desa bermasalah, dan sejumlah kepala desa ditangkap karena menyelewengkan Dana Desa. Dan saat itu Jokowi juga meminta agar berhati-hati dalam menggunakan dana tersebut,'' kata Riswan.
Selain itu, Ketua Bidang Investigasi Dewan Pimpinan Pusat LSM KPK, Zosa Wijaya Wira Santoso, SH., juga menjelaskan, sejak 2015 hingga 2021, dana desa telah dikucurkan sebesar Rp400,1 triliun untuk kebutuhan pembangunan desa. Namun di sisi lain, belum ada mekanisme pencegahan korupsi yang efektif di tingkat desa. Bahkan, kini ada usulan untuk memperpanjang masa jabatan kepala desa.
"Usulan itu sama sekali tidak relevan dengan urgensi reformasi desa. Sebaliknya, akomodasi usulan akan menyuburkan oligarki di desa dan politisasi desa," kata Zosa.
Zosa juga menyebutkan, narasi perpanjangan masa jabatan ini bukanlah yang pertama kali. Pihaknya menduga isu ini sengaja digulirkan dengan tujuan kepentingan Pemilu 2024. Pasalnya, kata Zosa, pada 2022 lalu, Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPP APDESI) yang dipimpin Surta Wijaya menyatakan mendukung Presiden Joko Widodo untuk menjabat selama tiga periode.
''Gagasan merevisi UU Desa dengan substansi terkait perpanjangan masa jabatan kepala desa patut diduga menjadi agenda tersembunyi dari kelompok tertentu. Kami juga tidak bisa menerima alasan ketegangan politik pasca pemilu yang perlu diselesaikan dengan memperpanjang masa jabatan hingga sembilan tahun. Solusinya bukan perpanjangan masa jabatan, tapi pembenahan politik pilkades yang transaksional,'' ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Zosa mengatakan LSM KPK dengan tegas meminta agar usulan perpanjangan masa jabatan agar tidak ditanggapi oleh pemerintah pusat. Pada saat yang sama dia mendesak pemerintah untuk menolak usulan kepala desa.
“Kami mendesak pemerintah untuk tegas menolak usulan ini dan menghentikan wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa. Kita menilai usulan perpanjangan masa jabatan Kades ini tak edukatif dan ada agenda tersembunyi untuk kepentingan politikus busuk pada pemilu 2024 nanti,'' pungkasnya.
Seperti diketahui, Komisi II DPR resmi mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa terkait wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun dalam satu periode.
Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang mengatakan, pihaknya telah mengirimkan surat ke Badan Legislatif (Baleg) DPR terkait revisi undang-undang tersebut. Dalam surat itu, Komisi II meminta agar revisi UU Desa menjadi inisiatif DPR.
"Kami dari Komisi II ya sudah menyampaikan surat ke Baleg untuk bisa memasukkan revisi UU Desa sebagai, apa namanya inisiatif DPR," kata Junimart di kompleks parlemen, Selasa (24/1/22).
Politisi PDIP itu mengatakan, usulan revisi undang-undang itu sejalan dengan permintaan asosiasi kepala desa untuk memperpanjang masa jabatannya.
Junimart berharap surat yang dikirimkan pihaknya dapat segera ditanggapi. Menurutnya, saat ini Baleg masih masih menunggu jawaban dari pemerintah terkait usulan tersebut.
"Nah terakhir kita cek ke Baleg, Baleg sudah komunikasi dengan pemerintah, sampai sekarang pemerintah belum merespon surat dari DPR tersebut," ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi II dari Fraksi PDIP, Rifqinizami Karsayuda, mengatakan mendukung usulan perpanjangan masa jabatan kades menjadi sembilan tahun dalam satu periode.
Namun, Rifqi menginginkan masa jabatan dibatasi maksimal dua periode. Dengan demikian, masa jabatan kepala desa secara kumulatif tidak berubah yaitu masih 18 tahun.
Rifqi beralasan wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa diperlukan untuk menghindari perpecahan di masyarakat akibat pemilihan kepala desa. Menurut dia, dua kali pemilu diharapkan dapat meredam tensi ketegangan politik.
"Jika dua kali masa jabata incumbent, maka kemudian volume pemilihan kades bisa dikurangi," katanya.