![]() |
(Foto ilustrasi) PCR Portable Jawa Barat: dokumentasi sumedangkab.go.id. |
HARIAN
BERANTAS, KOTA BANDUNG - Di tengah jumlah orang yang terpapar virus Corona (COVID-19) pada
tahun 2020 lalu yang terus mengalami kenaikan membuat permintaan alat kesehatan
juga ikut meningkat tajam. Pada saat yang sama, modus mafia alat kesehatan
(alkes) juga terus menjadi sorotan.
Dugaan mafia
alat kesehatan untuk keperluan penanganan covid 19 tidak hanya terjadi di
lingkungan pemangku kepentingan yang menyerap anggaran APBN, tetapi tidak
menutup kemungkinan juga terjadi di lingkungan pemerintah daerah. Hal itu
dikatakan Ketua DPW Jawa Barat LSM KPK Riswan Pasaribu melalui
saluran selulernya, Senin, (02/05/22).
Menurut
Riswan, pihaknya saat ini sedang mendalami penggunaan anggaran tahun 2020 oleh Pemerintah
Provinsi Jawa Barat untuk pengadaan sejumlah alat kesehatan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP) berupa Reagen PCR dan alkes lainnya.
Selain itu Ia juga mengatakan, pihaknya merasakan
adanya bau tak sedap dari anggaran Jombo Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada TA
2020 yang dianggarkan untuk Belanja Tidak Terduga senilai 4,6 triliun lebih dan
telah terealisasi 3,1 triliun lebih. Dari 3,1 triliun lebih itu, Pemprov Jabar
mengalokasikan anggaran lebih dari 428 miliar untuk belanja penanganan pandemi
Covid-19, termasuk belanja pengadaan alat
Kesehatan PCR dan alkes lainnya.
''Jadi untuk
alat kesehatan ini, kami sedang menjajaki dan mengawasi penggunaan anggarannya, terutama terkait pembelian alat kesehatan berupa pengadaan PCR yang rawan
disalahgunakan,'' ujarnya.
Ia menegaskan,
saat ini pihaknya tengah berencana untuk meminta penjelasan dari OPD atau
leading sector dibidang kesehatan yang menjadi pengguna anggaran alat kesehatan
tersebut.
Sementara terkait
modus mafia anggaran alat kesehatan yang belakangan ini menjadi perhatian pihaknya,
menurut dia, praktik ini kemungkinan besar bisa terjadi, karena selain mark-up
harga, impor alat kesehatan juga bisa dilakukan melalui calo atau broker atau
perantara tertentu.
“Dalam
kondisi seperti ini, pasti ada pihak yang mencoba memanfaatkan kesempatan
seperti itu, apalagi jika dinas pengguna
anggaran itu bermain-main dengan calo atau broker,” ujarnya.
Dalam
kesempatan itu, Riswan juga meminta Pemprov Jabar agar selalu komintmen dan
berpedoman pada Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Dalam Penanganan Keadaan
Darurat dan Surat Edaran Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penjelasan Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang
menyatakan bahwa untuk menjamin kewajaran harga setelah pembayaran dilakukan,
PPK meminta audit oleh Aparatur Pengawas Intern Pemerintah atau Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan.
''Pemprov
Jabar melalui OPD yang mengelola anggaran alat kesehatan ini tentunya harus
mematuhi aturan tersebut. Dimana pada saat pelaksanaan pengadaan alat kesehatan
tersebut harus melibatkan pihak terkait seperti Inspektorat atau meminta Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk melakukan audit. Hal ini perlu
dilakukan untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan keuangan negara,''
pungkasnya.