Tim Direktorat Jenderal Hortikultura dan peserta bimtek cabai melakukan kunjungan lapangan ke EPTILU, Desa Mekarsari, Kecamatan Cikajang untuk melihat cara budidaya cabai. |
HARIAN BERANTAS,
JAKARTA - Fokus Kementerian Pertanian dalam meningkatkan kapasitas produksi
hortikultura adalah dengan melakukan pengembangan kawasan hortikultura di
wilayah sentra. Kabupaten Garut, Jawa Barat terpilih menjadi salah satu lokasi
pengembangan Kawasan Agroindustri Hortikultura karena memiliki potensi
hortikultura yang cukup besar, khususnya untuk sayuran dan tanaman obat.
Komoditas yang dikembangkan di Kawasan Agroindustri Hortikultura Garut tahun
2022-2024 antara lain aneka cabai, kentang, dan bawang merah, dengan target
luasan 1.000 ha.
Dari 42 kecamatan di
Kabupaten Garut, terdapat 15 kecamatan yang menjadi sentra produksi cabai, di
antaranya yang terbesar adalah Kecamatan Pasirwangi, Cisurupan, Cikajang,
Samarang, Caringin, Cigedug, Cilawu dan Banyuresmi.
Pada 2021, realisasi
luas tanam cabai mencapai 10.155 Ha yang terdiri dari luas tanam cabai rawit
3.157 Ha, cabai besar 3.739 Ha dan cabai keriting 3.259 Ha dengan tingkat
produktivitas 13,5 – 15 ton/ha. Dari
berbagai sentra tersebut, pemasaran cabai yang berasal dari Kabupaten Garut
telah dapat diserap tidak hanya pasar lokal tetapi juga ke berbagai wilayah
lain seperti Bandung, Tanah Tinggi (Tangerang), Kramat Jati (Jakarta), dan
Cibitung (Bekasi).
Direktur Jenderal
Hortikultura, Prihasto Setyanto mengatakan, pihaknya akan berkomitmen penuh
mendukung pengembangan Kawasan Agroindustri Hortikultura Garut. Salah satu
bentuk dukungan dari Kementerian Pertanian, terutama dalam peningkatan
kapasitas pengetahuan petani dan petugas sebagai ujung tombak pelaksana di
tingkat lapang adalah melalui penyelenggaraan Bimbingan Teknis (Bimtek) Cabai.
“Cabai menjadi salah
satu komoditas yang diminati oleh petani Garut untuk dikembangkan di Kawasan
Agroindustri Hortikultura Garut. Bimtek Cabai ini merupakan bentuk dukungan
dari Kementerian Pertanian dalam rangka meningkatkan kompetensi petani dan
petugas di lapangan. Kami harap, para petani dan petugas lapangan dapat
menyerap ilmu sebanyak-banyaknya dari bimtek ini,” ujar Prihasto saat ditemui
di ruangannya, Senin (14/3).
Menurut Kepala Dinas
Pertanian Kabupaten Garut, Beni Yoga Gunasantika, luas tanam cabai di Kabupaten
Garut sangat tinggi, namun belum diatur pola tanamnya, sehingga pasokannya
masih terganggu. Melalui Bimtek Cabai ini, Beni berharap para petani cabai di
Kabupaten Garut dapat menambah pengetahuan mereka mengenai budidaya cabai.
“Diharapkan melalui
bimbingan teknis ini, para petani cabai di Kabupaten Garut dapat menambah ilmu
pengetahuan dan pemahamannya terkait budidaya tanaman cabai dari hulu sampai
hilir, sehingga dapat meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan,” terang
Beni.
Tim Direktorat Jenderal
Hortikultura dan peserta bimtek cabai melakukan kunjungan lapangan ke EPTILU,
Desa Mekarsari, Kecamatan Cikajang untuk melihat cara budidaya cabai,
pengolahan hingga pemasaran serta kiat-kiat membangun bisnis oleh kelompok
tani. EPTILU sendiri merupakan kelompok petani milenial yang mengembangkan
pertanian hortikultura dengan mendirikan agrowisata dan kebun edukasi, di mana
dalam konsepnya, EPTILU menerapkan sistem closed loop, yakni semua pihak
terlibat langsung mendampingi petani mulai dari proses produksi. Pada kunjungan
ini, dilaksanakan juga praktik langsung uji pH tanah yang dipandu oleh Ketua
Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI), Abdul Hamid.
“Pengukuran PH tanah
sangat penting karena banyak masalah berasal dari tanah, tanah yang sehat akan
berdampak baik untuk tanaman,” ujar Hamid.
Riza Fahreza, petani
milenial di Kabupaten Garut menyambut baik program yang diinisiasi oleh
Kementerian Pertanian dan Dinas Pertanian Kabupaten Garut ini.
“Kami dari petani
milenial siap mendukung program pengembangan kawasan agribisnis ini. Mohon
arahan dan bimbingan agar kami di lapangan bisa bekerja dan membantu serta
merealisasikan apa yang telah dirancang dan dirintis pemerintah,” pungkas Riza.