HARIAN
BERANTAS, JAKARTA - Kementerian Pertanian memiliki perhatian serius terhadap
pengembangan florikultura guna mewujudkan program Gerakan Tiga Kali Lipat
Ekspor (GRATIEKS). Kondisi pandemi Covid 19 yang melanda dunia tidak
menyurutkan Indonesia mengikuti beragam ajang pameran internasional, di
antaranya International Floriculture Expo di Florida pada September 2021 dan
ODICOFF di Belanda dan Serbia pada November 2021 lalu.
Kontrak
ekspor tanaman hias dengan beberapa buyer dalam dua ajang bergengsi di atas
membuktikan bahwa florikultura lokal diminati pasar Amerika dan Eropa. Hal ini
tentunya menjadi peluang bagi pembudidaya lokal untuk meraih pasar
internasional. Terlebih Indonesia merupakan negara megabiodiversitas genetik
florikultura.
“Ada
namanya Scindapsus Truebii Black. Tanaman asli Indonesia ini berasal dari
Kalimantan dan banyak disukai beberapa negara. Saya baru pulang dari Belanda
dan Serbia. Mereka familiar dengan tanaman subtropis berwarna warni. Namun
kemudian diketahui kini mereka tengah menggandrungi tanaman hias daun berwarna
hijau,” tutur Direktur Buah dan Florikultura, Liferdi Lukman saat dihubungi
tertulis, Jumat (11/2).
Liferdi,
sapaan akrabnya, bangga dengan hadirnya kaum milenial yang turut berkontribusi
menggerakkan sektor pertanian, salah satunya Pelita Desa Nursery. Nursery yang
baru bergerak di bidang florikultura sejak Maret 2021 ini dikelola para
milenial muda, bahkan ada yang tercatat masih pelajar SMA. Meskipun tidak
berlatar belakang pendidikan dari pertanian, anggotanya memiliki antusias
tinggi menggeluti bidang florikultura dan bersemangat memperluas jaringan pasar
ekspor.
“Pada
September 2021 lalu, tim kami mengikuti International Floriculture Expo di
Florida. Di sana kami mempromosikan beragam jenis tanaman hias yang kami
kembangkan. Dari ekspo tersebut kami mendapat kontrak dengan beberapa buyer dan
nursery yang kami kunjungi,” ujar Direktur CV. Pelita Desa Nursery, Cici
Melita.
Menariknya,
produksi dilakukan dengan memberdayakan masyarakat sekitar. Jumlah petani
binaan mencapai ratusan orang yang tersebar di Desa Putat Nutuh dan Desa
Tamansari, Kecamatan Ciseeng, Bogor.
Dalam
produksi keseharian, mereka menggunakan istilah mustahik dan muzakki yang
mengadopsi konsep islami. Sederhananya, mustahik adalah orang-orang yang
menerima zakat, sedang muzakki adalah orang yang membayar zakat. Kelompok mustahik digambarkan sebagai petani
binaan. Melalui kerja sama tersebut, petani binaan yang memiliki pendapatan
tinggi bisa mencapai level muzakki.
“Pola
kerja samanya memadukan konsep mustahik – muzakki. Petani membeli bibit ke
Pelita Desa seharga 35 ribu, kemudian petani melakukan perbanyakan dan menjual
anakan ke Pelita Desa rata-rata seharga 25 – 35 ribu per anakan untuk jenis
tanaman hias yang diminati pasar. Beberapa petani sudah dapat menghasilkan 1000
anakan. Dari pola ini, petani sudah mendapat keuntungan dan tidak khawatir
karena tanaman yang mereka kembangkan sudah ada pasarnya,” lanjut pengusaha
yang masih berusia 24 tahun ini.
Pelita
Desa mengembangkan beragam jenis florikultura yang mengikuti selera dan
permintaan dari buyer dan analisa tren pasar. Selain itu nursery ini juga
membangun green house seluas 400 meter persegi yang digunakan sebagai karantina
tanaman sementara sebelum dikirim ke luar negeri.
“Florikultura
yang kami budidayakan antara lain Scindapsus, Philodendron, Aglaonema,
Anthurium, Amydrium, Monstera, Syngonium, dan Cyrtosperma. Kualitas, kuantitas
dan kontinuitas merupakan kunci dalam pemasaran florikultura. Kami juga
melakukan perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan untuk memenuhi permintaan
ekspor. Termasuk melakukan kemitraan dengan pelaku usaha di berbagai daerah
untuk memenuhi pasar sekaligus memperluas jaringan informasi,” terangnya.
Salah
satu petani binaan, Ummi mengembangkan tanaman hias daun di lahan seluas 60 meter
persegi mampu menghasilkan 1200 pohon. Hal ini tentunya membantu meningkatkan
kesejahteraan para petani binaannya.
“Saya
merasakan manfaat dan rezeki dari menanam tanaman hias milik Mbak Cici ini.
Cukup menggunakan halaman depan rumah saja, semula saya hanya menanam 200
anakan kini berkembang lebih dari 1200 anakan,” pungkas sosok yang biasa
dipanggil Emak ini.