Edior : Riswan Pasaribu
HARIAN
BERANTAS, JAKARTA - Sayuran merupakan komoditas hortikultura yang bernilai
tinggi. Namun demikian, seringkali muncul kendala dalam pemasaran sayuran
apabila akan diekspor, terutama karena persyaratan batas residu bahan kimia
pertanian yang ditetapkan oleh negara tujuan ekspor.
Jepang
adalah salah satu negara dengan standar keamanan dan kesehatan pangan tertinggi
di dunia. Jepang menetapkan batas seragam residu bahan kimia pertanian untuk
produk pangan dan pertanian baik hasil produksi domestik maupun impor. Agar produk pangan dan pertanian memiliki
batas residu bahan kimia yang rendah dan seragam, berbagai teknologi dikembangkan
oleh Jepang, termasuk teknologi Artificial Intelligence (AI).
Di bawah
komando Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), Kementerian Pertanian
sangat mendukung inovasi teknologi yang menunjang produktivitas pertanian
Indonesia. Oleh karena itu, bimbingan teknis (bimtek) online yang gagas oleh
Atase Pertanian Tokyo dan Marchen Group bertajuk “Pelatihan Budidaya Sayuran
Rendah Residu Bahan Kimia: Pertanian Ala Jepang” disambut antusias oleh
Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura. Direktur
Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto menyampaikan apresiasinya pada Atani
Jepang Sri Nuryanti atas inisiaainya dan mendorong agar budidaya pertanian
hortikultura rendah residu dapat diterapkan secara masif di Indonesia mendukung
keamanan pangan.
“Keamanan
pangan saat ini sangat diperhatikan. Keamanan pangan dimulai dari tata kelola
budi daya pertanian yang baik. Sayuran
tergolong merupakan produk hortikultura yang banyak gunakan pestisida
cukup tinggi. Ini sangat disayangkan karena hampir setiap hari kita mengonsumsi
sayuran. Melalui bimtek ini, diharapkan Marchen Group bisa berbagi ilmu terkait
tata kelola budidaya sayuran rendah residu kimia berbasis Artificial Intelegent
(AI),” ungkap Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura, Retno Sri Hartati
Mulyandari saat membuka bimtek pada Selasa (18/01/22).
Marchen
Group adalah perusahaan Jepang pengembang teknologi AI untuk budidaya
pertanian. Marchen Group menggandeng petani sayuran dan buah-buahan di Jepang
untuk membudidayakan tanaman hortikultura rendah residu bahan kimia pertanian,
sehingga memenuhi standar keamanan dan kesehatan pangan Jepang serta layak
untuk dipasarkan secara lokal maupun global.
Melihat
kekayaan sumber daya alam dan pertanian Indonesia, Marchen Group berinisiatif
untuk memperkenalkan teknologi budidaya rendah residu bahan kimia pertanian
yang telah diujicoba dan dipraktikkan oleh petani binaan mereka yang terdapat
di Prefektur Saitama, Kagoshima, dan Miyazaki.
“Teknologi
kami bisa digunakan oleh petani siapa saja karena misi kami adalah menyediakan
layanan yang membuat siapa saja bisa bertani dengan mudah,” ujar Sumizawa
Daisuke, Managing Director dari Marchen Group.
Sistem
teknologi AI dari Marchen Group merekam aktivitas pertanian sehari-hari dan
menghasilkan data harian. Kelebihan dari teknologi AI ini adalah mampu merekam
data karakteristik, menganalisis data tersebut, dan kemudian menghasilkan
instruksi berdasarkan analisis data. Saat ini, teknologi AI Marchen Group baru
diaplikasikan ke pertanaman daun bawang dan paprika.
Untuk
memastikan keberhasilan teknologi AI ini, Marchen Group melakukan pengujian
berulang-ulang di Okada Farm. Hasil uji coba menunjukkan bahwa panen dan
keuntungan pertanian meningkat hingga 20 persen.
“Hasil
eksperimen kami adalah panen dan keuntungan meningkat hingga 20 persen.
Teknologi AI ini membuat petani lebih senang dan sejahtera,” jelas Sumizawa.
Pada
bimtek ini, turut hadir Ketua Komite Tetap Hortikultura Kadin Indonesia, Karen
Tambayong sebagai moderator. Karen mengungkapkan harapannya agar teknologi AI
dari Marchen Group ini dapat segera digunakan untuk komoditas hortikultura
strategis.
“Seperti
yang kita ketahui, cabai dan bawang merupakan produk strategis hortikultura.
Tidak hanya digemari di Indonesia, tetapi di Jepang juga. Saya harap produk ini
segera ada pilot project-nya pada komoditas cabai dan bawang,” ungkap Karen.