![]() |
Amril Mukminin Terpidana Korupsi |
HARIAN
BERANTAS, PEKANBARU - Mantan Bupati Bengkalis Provinsi Riau, Amril Mukminin di
eksekusi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Rumah Tahanan (Rutan) Kelas
I, Jalan Sialang Bungkuk No. 2 Sail Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru
Provinsi Riau, Jumat (22/10/2021).
Demikian
dikabarkan media ini, dimana Bupati (Mantan-red), Amril merupakan terpidana
korupsi proyek peningkatan Jalan Duri-Sei Pakning Kabupaten Bengkalis yang
dibangun secara tahun jamak (Multi Years) pada tahun 2013-2015 dan 2017-2019
dengan nilai anggaran sebesar Rp498.645.596,000 (Rp498,6 miliar).
Adapun
eksekusi itu dilakukan jaksa Leo Sukoto Manalu berdasarkan putusan MA RI Nomor
: 2941-26/06/2021 tanggal 26 Agustus 2021 Jo Putusan Pengadilan Tipikor pada PT
Pekanbaru Nomor : 24/PID.SUS.TPK/2020/PT PBR tanggal 21 Januari 2021 Jo Putusan
Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru Nomor: 27/Pid.Sus-TPK/ 2020/ PN Pbr
tanggal 9 November 2020 yang telah berkekuatan hukum tetap.
“Memasukkannya
ke Rumah Tahanan Negara Kelas I Pekanbaru untuk menjalani pidana penjara selama
4 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan,” ujar Pelaksana Tugas Juru
Bicara KPK Ali Fikri, melalui keterangan tertulis, Jumat.
Selain
itu. Amril lanjut Ali, juga dibebankan membayar pidana denda sebesar Rp 300
juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan
selama 6 bulan.
Amril
terbukti menerima suap Rp 5,2 miliar dari perusahaan kontraktor proyek jalan
Duri-Sei Pakning, Kabupaten Bengkalis, PT Citra Gading Asritama (CGA).
Selain
uang suap, Amril juga diyakini menerima gratifikasi dari Direktur Utama PT
Mustika Agung Sawit Sejahtera, Jonny Tjoa dan Direktur PT Sawit Anugrah
Sejahtera, Adyanto.Dari pengusaha Jonny Tjoa sebesar Rp 12.770.330.650 dan dari
Adyanto sebesar Rp10.907.412.755. Uang itu diterima di kediamannya pada medio
Juli 2013 hingga 2019.
Seperti
diberitakan Harian Berantas sbelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi diminta
menuntaskan korupsi Bupati Bengkalis, non aktif, Amril Mukminin tersebut.
Hal ini
diungkapan oleh Ketua LSM Forum Berantas Korupsi (FBK), Afrizal SH kepada media
ini di Pekanbaru, dan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera
melanjutkan pengusutan kasus dugaan penerimaan uang gratifikasi yang menjerat
Bupati Bengkalis non-aktif, Amril Mukminin, dan kawan- kawan.
Hal ini
lantaran ada beberapa nama yang diduga masih terlibat termasuk isteri
terpidana, Amril, bernisial KS atau Bupati aktif saat ini, seperti yang
disebutkan Jaksa KPK dalam dakwaan di persidangan, Kamis (25/06/2020) tahun
lalu.
Ketua
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) antikorupsi, Afrizal SH itu mengatakan, Komisi
Pemberantasan Korupsi atau KPK tak boleh mendiamkan begitu saja kasus dugaan
suap (gratifikasi) SGD520.000 atau setara Rp5,2 miliar itu dalam mega proyek
multi years (MY) di Kabupaten Bengkalis-Riau, juga gratifikasi uang yang
diterima oleh istrinya, Amril Mukminin (Terpidana) yaitu, Kasmarni.
Dia
(Afrizal SH) menegaskan, upaya kerja keras dan profesionalitas lembaga anti
rasuah atau KPK dalam mengusut tuntas ke dua kasus gratifikasi (suap) luar biasa
di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau tersebut, saat ini sedang dinanti publik.
"Harusnya
Kasus gratifikasi (korupsi) yang diduga melibatkan suami-isteri dan beberapa
pejabat lainnya di Kabupaten Bengkalis termasuk pengusaha seperti yang
diuraikan KPK dalam BAP dan dakwaan, sudah terang benderang.
Jadi,
Komisi Pemberantas Korupsi diminta jangan masuk angin dan termakan lupa untuk
tidak menindak lanjuti mega korupsi (Gratifikasi) yang sudah bertahun-tahun
lamanya ditangani KPK. Dimana KPK masih punya utang besar kepada masyarakat di
Provinsi Riau, dan umumnya di Indonesia” pungkas Afrizal kepada Wartawan, Senin
(04/10/2021) lalu.
Hal yang
sama, juga disampaikan oleh Kabid Investigasi LSM Komunitas Pemberantas
Korupsi, Zosa Wijaya SH. Menurutnya, setiap perkara korupsi harus diselesaikan
secara menyeluruh oleh KPK demi tercapainya rasa keadilan di masyarakat tanpa
pandang bulu.
Apalagi
kata dia, BAP Jaksa KPK dan juga selama di persidangan, sudah membeberkan
nama-nama yang diduga terlibat. “Kalaulah dugaan korupsi itu ada unsur korupsi
berjamaah, maka harus dituntaskan sampai ke akarnya. Jangan sampai masuk angin
dan/atau dipetieskan. Macam penegakkan hukum korupsi seperti ini tidak boleh
dilakukan. Harus ditingkatkan lagi untuk membuktikkan keterlibatan para
keluarga koruptor itu bersama kroni-kroni lainnya” katanya.
Menurut
Kabid Investigasi LSM antikorupsi itu lagi, jika kemudian nama-nama yang
termuat dalam berita acara pemeriksaan (BAP) dan juga disebut dalam dakwaan
Jaksa KPK tidak ada hubungan mereka dengan perkara, KPK punya tanggung jawab
untuk memberi penjelasan kepada publik agar para pihak termasuk isteri Amril
Mukminin yang kini sebagai Bupati Negeri Junjungan Kabupaten Bengkalis tidak
terbebani juga, ujar Zosa Wijaya.
Dari
catatan Harian Berantas ini, sidang perdana Bupati Bengkalis, non-aktif, Amril
Mukminin, berlangsung di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Pekanbaru secara daring pada Kamis (25/06/2020) lalu.
Selain
dia (Amril) disebut menerima uang gratifikasi SGD520.000 atau setara Rp 5,2
miliar, istri Amril Mukminin, Kasmarni, juga ikut turut serta menerima uang Rp
23,6 miliar di rekening pribadinya.
"Bupati
non aktif, Amril, dijerat dalam Pasal 12 huruf a, Pasal 11, dan Pasal 12B ayat
(1) undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
(Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan undang- undang No. 20 tahun 2001
tentang perubahan atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP," kata JPU KPK, Tony
Franky Pangaribuan.
Dalam
dakwaan, JPU Tony menjelaskan sepak terjang Amril Mukminin dalam pusaran dugaan
korupsi dan gratifikasi. Bahkan, Bupati Bengkalis non-aktif itu masih menerima
perbuatan terlarang tersebut saat masih menjabat sebagai anggota DPRD Bengkalis
dua periode hingga Bupati Bengkalis awal tahun 2016. Jumlahnya mencapai puluhan
miliar yang diterima secara bertahap.
Uang
sebanyak itu, kata Tony, diterimanya saat masih sebagai anggota DPRD Bengkalis
dua (2) periode 2009-2014, 2014- 2019 dan saat menjabat sebagai Bupati
Bengkalis periode 2016- 2021.
Diawal
dakwaan, JPU menerangkan dalam proyek pembangunan jalan Duri-Sei Pakning, Amril
disebut sebagai orang yang mengupayakan agar PT. Citra Gading Asritama (PT CGA)
memenangkan pekerjaan proyek tersebut. Dalam hal ini, Amril diduga menerima
sejumlah uang dalam bentuk Dolar Singapura. Totalnya 520 ribu Dolar Singapura,
atau setara dengan Rp5,2 miliar. Uang itu diterima melalui ajudan Terdakwa
yaitu Azrul Nor Manurung alias Azrul yang diserahkan melalui Triyanto, pegawai
PT CGA, atas perintah Ichsan Suaidi selaku pemilik PT CGA," jelas JPU.
Proyek
tersebut lanjut JPU, disetujui untuk dianggarkan pada APBD Kabupaten Bengkalis
secara tahun jamak (multy years) dengan pembuatan Nota Kesepakatan antara
Pemerintah Kabupaten Bengkalis dengan DPRD tentang penganggaran kegiatan tahun
jamak tahun anggaran 2017-2019 Nomor 14/MoU-HK/XII/2016 dan Nomor 09/DPRD/PB
2016 tanggal 13 Desember 2016.
"Nota
Kesepakatan itu ditandatangani oleh Bupati Bengkalis, Amril Mukminin, (sekarang
sudah terpidana), dan Abdul Kadir selaku Ketua DPRD Kabupaten Bengkalis,"
lanjutnya. Bahkan selain Amril Mukminin dalam dakwaan itu, JPU juga berulang
kali menyebut nama Kasmarni, istrinya. Kasmarni yang saat ini menjabat tugas
sebagai Bupati Kabupaten Bengkalis juga, disebut menerima uang sebanyak Rp 23,6
miliar lebih.
Uang itu
diketahui dari dua orang pengusaha sawit yang diterima Kasmarni selaku Istri
Amril secara tunai maupun melalui transfer ATM dalam waktu 6 tahun. Pengusaha
sawit dimaksud yakni, Jonny Tjoa selaku Direktur Utama dan pemilik perusahaan
sawit PT Mustika Agung Sawit Sejahtera dan Adyanto selaku Direktur dan pemilik
PT.Sawit Anugrah Sejahtera.
"Dari
pengusaha Jonny Tjoa sebesar Rp12.770. 330.650 dan dari Adyanto sebesar
Rp10.907.412.755. Uang itu diterima dikediamannya pada Juli 2013-2019,"
ungkap JPU.
Sehingga
pada tahun 2013, Jonny Tjoa meminta bantuan Amril untuk mengajak masyarakat
setempat agar memasukkan buah sawit ke perusahaan tersebut dan mengamankan
kelancaran operasional produksi perusahaan.
"Atas
bantuan tersebut, Jonny Tjoa memberikan kompensasi berupa uang kepada Amril
Mukmini (sekarang sudah Terpidana) sebesar Rp.5 per kilogram TBS dari total
buah sawit yang masuk ke dalam pabrik. Sehingga, terhitung sejak Juli 2013
dikirimkan uang setiap bulannya dengan cara ditransfer ke rekening atas nama
Kasmarni," paparnya.
Pemberian
uang itu, terus berlanjut hingga Amril dilantik menjadi Bupati Bengkalis pada
2016 lalu. Tak hanya dari Jonny Tjoa, Amril Mukminin juga menerima gratifikasi
dari Adyanto saat masih menjabat sebagai anggota DPRD Bengkalis terhadap
bantuan mengamankan kelancaran operasional pabrik.
"Atas
bantuan tersebut, Adyanto memberikan kompensasi berupa uang kepada terdakwa
dari prosentase keuntungan yaitu sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah
sawit yang masuk ke dalam pabrik. Uang tersebut diberikan setiap bulannya sejak
awal tahun 2014 yang diserahkan secara tunai kepada Kasmarni di rumah kediaman
terdakwa," sebut JPU.
(Ap)