HARIANBERANTAS, PALALAWAN- Proyek pengadaan tanah timbun lokasi MTQ Tingkat Provinsi Riau di Kabupaten Pelalawan senilai Rp. 3,72 Milyar diduga berbaur korupsi.
Proyek ini diketahui dikerjakan oleh PT Seperita Indoperkasa. Pantauan wartawan di lokasi dalam pengerjaan terlihat "asal jadi".
Selain asal jadi atau bersumber dari galian ilegal juga dinilai pelaksanaanya juga terlambat sehingga tidak sesuai dengan perjanjian awal dalam kontrak.
Sumber tanah penimbunan untuk pembangunan MTQ tersebut dikabarkan diambil dari galian tambang yang tidak pakai izin (ilegal)
"Benar itu tidak ada izin tambangnya, namun yang kita potong nanti izin galian C saja, selebihnya saya tak tahu," Jelas Kabid Binamarga PUPR Pelalawan, Tengku Rudi, d saat konfirmasi wartawan kabarriau.com diruangannya, Senin (21/12/20).
Entah apa alasnnnya, sebelumnya ditemui hendak di konfirmasi itu, Tengku Rudi sempat menghindar dari wartawan lewat pintu belakang.
Sejumlah proyek dibawah pengawasan Tengku Rudi sebelumnya juga terpantau tidak dipasang plang proyek, namun saat dimuat berita tentang plang tersebut, saat ini baru muncul malaupun itu seadanya, misalnya saja pada penimbunan lokasi MTQ Tingkat Provinsi tepatnya dekat gedung yang sebelumnya juga bermasalah, kata warga sekitar.
Dari mimik yang dilihat dari Tengku Rudi sendiri juga terkesan tidak takut membeli tanah galian yang tidak ada izin tambang tersebut, ada pihak lain mengatakan itu pidana, "Kalau membeli barang ilegal penerima yaitu dinas juga bisa terseret karena ikut bersama-sama merugikan negara. Seperti dilansir www.kabarriau.com.
Secara terpisah, Bupati Pelalawan HM Harris saat dikonfirmasi melalui sekretaris daerah (Sekda) H Tengku Mukhlis melalui pesan berantai elektronik (WhatsApp) pribadinya di nomor 081276751*** tak direspon, padahal online dan hanya membaca saja.
Sedangkan pihak PT.Seperita Indoperkasa yang dihubungi di kantonya di Jl. Dr. Leimena No.32, Sago, Kec. Senapelan, Kota Pekanbaru, Riau 28151, tidak ditemukan dan begitu juga saat ditelpon melalui nomor 076124789 juga tak diangkat, sehingga informasi yang akurat terkait pengadaan tanah timbun MTQ tingkat provinsi yang dikerjakannya tak didapatkan awak media.
Diminta aparat hukum segera membidik kasus pengadaan tanah timbun tersebut sebelum terlambat dan beralasan kerugian negara telah dikembalikan ke kas negara. Modus ini lah yang digunakan sebagai senjata pamungkas para oknum koruptor di Indonesia untuk melepaskan diri dari jeratan hukum. Maka penegakan hukum jadinya ibarat makan buah simalakama.
Jika hal itu benar,maka perbuatan hukum telah menjadi dan dapat dimintai pertanggungjawaban hukumnya. Bersambung,***(Anas)