Bandung
, Harian Berantas -
DPRD Provinsi Jawa
Barat (Jabar) meminta kepada Pemprov Jabar untuk segera menghitung berapa penurunan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Jabar Tahun
2020, setidaknya hingga Juni 2020
karena PAD Jabar tahun ini dipastikan menurun akibat pandemi
COVID-19.
"Provinsi DKI
Jakarta saja sudah memperkirakan bahwa PAD-nya akan turun sekitar 50 persen. PAD
Jabar tahun ini dipastikan menurun karena
COVID-19. PAD Jabar mayoritas dihasilkan dari pajak kendaraan, mayoritas dari kendaraan roda dua. Sementara, banyak di antara wajib pajak itu yang
terkendala dampak
COVID-19, dipastikan mereka tidak bisa membayarnya,"
kata Sekretaris Komisi II
DPRD Jabar Yunandar R Eka Perwira, Kamis
(18/6).
Politisi dari Fraksi PDI Perjuangan DPRD
Jawa
Barat ini memperkirakan PAD harus segera dipastikan dengan kondisi di lapangan supaya Pemprov Jabar bisa melakukan
refocusing anggaran dan juga
program yang disesuaikan dengan kondisi pendapatan.
"Sekitar 80 persen wajib pajak di kita adalah pemilik kendaraan roda dua.
Rata-rata mereka terdampak
COVID-19. Tidak hanya daerah, pemerintah pusat juga
sudah memastikan pendapatannya menurun, hal ini akan berpengaruh terhadap dana
transfer ke daerah,"
kata Yunandar.
Pihaknya mengakui bahwa hingga kini belum mengetahui soal
refocusing anggaran saat pandemik
COVID-19 dan selama ini Gubernur Jabar hanya koordinasi dengan pimpinan
DPRD.
"Sedangkan ke kami
tidak ada infomasi sama sekali. Menurut saya ini salah satu penyebab realisasi anggaran seperti bantuan sosial tidak sesuai dengan yang
ditargetkan,"
katanya.
Ia mengatakan selama ini tidak ada pengawasan dari anggota DPRD
Jabar, padahal legislatif memiliki tugas uuntuk melakukan pengawasan terhadap kebijakan eksekutif.
"Untuk mengetahui
target dan
program apa yang
dilakukan,
kami tidak diberitahu soal anggarannya.
DPRD Jabar itu sebagai penyeimbang pelaksanaan pemerintahan,"
kata dia.
Ketika disinggung tentang anggaran bantuan sosial (bansos)
yang baru terealisasi baru 21 persen, Yunandar sudah memprediksinya karena wabah ini baru pertama kali
terjadi dan penanganan wabah seperti ini juga
baru pertama
kali.
"Sehingga kalau banyak kendala termasuk dalam alokasi anggaran yang
tidak sesuai dengan
target memang begitulah kondisinya, karena kita semua tidak akan yang
berpengalaman,"
ujar Yunandar.
Ia mengatakan dari awal masalah data
yang tidak akurat saja menjadi kendala utama, dan begitu juga
dalam distribusinya, termasuk ada komoditas bansos yang
rusak.
"Sehingga sejak awal kami
merekomendasikan bansos ini berupa uang saja, namun pemprov sesuai dengan keinginan masyarakat, dibagi dua
item, tunai dan non tunai,"
katanya
pula,
Dia menuturkan masih sedikit keterserapan anggaran dalam bansos disebabkan karena Pemprov Jabar dalam hal ini gugus tugas percepatan penanggulanganan
COVID-19 Jabar belum melakukan pembayaran.
Sebagai contohnya, Perum Bulog masih menggunakan dana
sendiri untuk menyalurkan bansos.
Sebelumnya, anggaran Bansos Provinsi Jabar yang
sudah terealisasikan baru mencapai 21 persen dan alokasi dana
bansos sebesar
Rp746 miliar yang
baru direalisasikan sebesar
Rp159 miliar.
Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan
COVID-19 Jabar mengakui bahwa ada keterlambatan dalam penyaluran bansos.
"Kami
inginnya memang sempurna tapi keterlambatan ini luar biasa. Di lapangan memang ada dinamika, seperti di awal-awal karena data
penerima bansos yang
belum akurat,"
kata Ketua Divisi Pemberdayaan Aparatur, Non
Aparatur, dan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan
COVID-19 Jabar Dudi Sudradjat Abdulrachim.
Pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh pada Jumat mendatang. Namun, berdasarkan data
sementara dari Perum Bulog per Senin
(15/6), dari
target 445.339 penerima data
terpadu kesejahteraan sosial
(DTKS), sedangkan capaiannya
395.637 penerima.
Bulog sudah mengklaim penyalurannya sudah 100 persen. Sedangkan untuk penerima
Non-DTKS baru mencapai 94 persen, yakni
1.325.942 penerima dari
target 1.401.295 penerima.
Sementara berdasarkan data
PT Pos, penerima bantuan DTKS
baru mencapai 98 persen, yaitu
390.359 dari
target 395.635 penerima, dan penerima
Non-DTKS baru mencapai 71 persen yakni
1.008.123 dari
target 1.408.817 penerima.(nh)***